Header Ads

MPR Tekankan Urgensi Haluan Negara Terkait Rencana Pemindahan Ibu Kota

 

Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ahmad Basarah saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019). (KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)

 

JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Basarah menekankan urgensi Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) terkait rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur. Saat ini, MPR tengah mengkaji kewenangan dalam menetapkan PPHN melalui amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara terbatas. "Tanpa PPHN, siapa yang bisa menjamin presiden terpilih 2024 benar-benar akan melaksanakan dan melanjutkan rencana pemindahan Ibukota Negara (IKNI," ujar Basarah, dikutip dari Antara, Senin (30/8/2021).

Basarah mengatakan, UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) tidak memberikan sanksi apa pun kepada presiden berikutnya apabila tidak dilanjutkannya program pembangunan yang telah dilaksanakan oleh presiden sebelumnya. Hal itu ia sampaikan terkait rencana Presiden Joko Widodo yang akan menyerahkan surat presiden (surpres) terkait RUU IKN ke DPR RI. Basarah berharap gagasan besar tersebut mendapat dukungan dari partai-partai politik dan semua elemen masyarakat. "Gagasan besar Presiden Jokowi ini harus dijadikan contoh praktis untuk memastikan kesinambungan rencana pembangunan IKN," ujar politisi PDI-P itu.

Menurut Basarah, dukungan partai-partai dan seluruh masyarakat atas rencana pemindahan IKN idealnya diwujudkan dalam bentuk dukungan terhadap rencana amendemen terbatas UUD 1945 untuk mengakomodasi PPHN. "Saya sangat berharap niat MPR RI melakukan amendemen terbatas ini tidak dicurigai punya motif apa pun," kata dia.

Basarah menuturkan, jika Indonesia memiliki PPHN, seluruh rakyat melalui wakil-wakilnya di parlemen akan leluasa memastikan presiden terpilih melaksanakan peta jalan dan cetak biru pembangunan nasional melalui PPHN. Melalui PPHN, presiden terpilih menjabarkan program pembangunan lima tahun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang telah disusun dan dijabarkan langsung sejak pembentukan visi misi serta program calon presiden yang ikut kontestasi pilpres. "Dengan demikian pembangunan nasional tidak akan jalan di tempat akibat ganti presiden ganti program dan kebijakan," ujar Basarah. Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, penyusunan hasil kajian itu diharapkan rampung pada awal 2022. Menurut dia, amendemen konstitusi dilakukan secara terbatas dengan penambahan dua ayat atau ketentuan. "Sehingga, amandemen terbatas tidak akan mengarah kepada hal lain di luar PPHN," kata Bambang, dalam keterangan tertulis, Jumat (20/8/2021).

 Penambahan ketentuan itu terkait kewenangan MPR untuk mengubah dan menetapkan haluan negara, yakni dengan menambah satu ayat pada Pasal 3 UUD 1945. Kemudian, penambahan ayat pada Pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan presiden apabila tidak sesuai dengan haluan negara. Bambang mengatakan, usulan untuk mengadakan PPHN sebagai arah pembangunan nasional merupakan rekomendasi MPR periode 2009-2014 dan 2014-2019. "MPR RI periode saat ini hanya melaksanakan rekomendasi dari MPR RI periode sebelumnya," ujar wakil ketua umum Partai Golkar itu. Menurut Bambang, PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara. Dengan begitu, Bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.

 Dikutip dari Kompas.id, Selasa (29/6/2021), Bambang mengatakan, kewenangan DPR menolak RUU APBN dibutuhkan untuk menjaga kesinambungan pembangunan. Contohnya, ketika pemerintah mengalokasikan anggaran untuk memindahkan ibu kota negara, maka pada pemerintahan selanjutnya, siapa pun presidennya harus meneruskan program tersebut. "Jangan nanti ganti pemerintah atau ganti presiden maka ganti haluan kebijakan. Pengganti Pak Jokowi, misalnya, meneruskan pemindahan ibu kota. Jangan sampai sekarang kita mengeluarkan effort yang besar untuk program itu, lalu kemudian diubah kebijakannya, sementara kita sudah mengeluarkan energi besar untuk itu,” kata Bambang. (Kompas.com)

 

Diberdayakan oleh Blogger.