Sidang Perkara Dugaan Penipuan Keterangan Saksi-saksi Terkesan Rekayasa?
Jakarta-Sidang perkara Pidana dugaan penipuan dan penggelapan dengan nomor :766/Pid.B/2023/PN.Jkt.Utr. kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara Kamis (26/9/23).
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pimpinan Sofia Marlianti Tambunan, didampingi hakim anggota Hotnar Simarmata dan Dian Erdianto, dengan tegas mengingatkan saksi saksi agar tidak memberikan keterangan yang salah dan tidak berbelit belit.
Hal itu disampaikan Majelis saat memimpin sidang dugaan penggelapan uang perusahaan PT.Kencana Hijau Binalestari (KHB) melibatkan karyawannya Rian Pratama Akba dan Yanuar Rezananda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 26/9/2023.Sidang lanjutan agenda keterangan saksi saksi itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riko Sudibyo, menghadirkan 9 saksi, diantarnya saksi fakta Achmad Bahtiar karyawan PT.KHB dan Bob karyawan PT.Beo Ero Orien (BEO).
Saat memimpin persidangan Ketua majelis hakim terlihat seperti marah, dengan nada dan volume suara tinggi berulang kali mengingatkan saksi Achmad Bahtiar dan saksi Tami supaya memberikan keterangan dengan tegas tidak mengulangulang. Kata pimpinan Majelis hakim menegur saksi,
Majelis menyampaikan hal itu berkaitan dengan sejumlah pertanyaan Penasehat Hukum Terdakwa terkait penentuan harga pembelian satu unit mesin yang dipesan PT.KHB dari PT.BEO. Saksi merupakan fakta dalam perkaran ini sebab saksi yang diutus Pimpinan PT.KHB untuk mengecek spesifikasi dan kwalitas mesin sebelum surat kontrak pembelian dan surat Berita Acara Serah Terima (BAST) barang ditandatangani pihak pembeli dan penjual.
Menjawab pertanyaan Penasehat Hukum Terdakwa, siapa yang menentukan harga mesin yang dibeli tersebut, saksi terkesan merekayasa jawabannya sehingga berulang kali diperingati Majelis hakim.
Saksi mengatakan bahwa yang menentukan harga satu unit mesin adalah Terdakwa Rian. Keterangan saksi tersebut dibantah Terdakwa dan tim Penasehat Hukumnya Advokat Mahadita Ginting SH MH, dari Law Office MG & P, Mahadita Ginting & Partners.
Penasehat Hukum menanyakan saksi, apakah saudara mengetahui dan pernah melihat surat perjanjian atau Agriment antara pembeli dengan penjual. Apakah saudara tau bahwa yang menentukan harga mesin tersebut adalah Pimpinan perusahaan,? saksi mengatakan tidak tau.
“Kalau saksi tidak tau tentang surat perjanjian pembelian mesin tersebut, lantas mengapa saksi katakan yang menentukan harga mesin itu adalah Terdakwa, mengapa saksi katakan bahwa Terdakwa dapat uang dari PT.KHB hasil pembelian satu unit mesin tersebut, ucap Penasehat hukum sembari menunjukkan bukti berkas dihadapan Majelis hakim.
Menyikapi keterangan saksi saksi, Penasehat Hukum menyampaikan, sidang pemeriksaan saksi perkara dugaan penggelapan Terdakwa Rian Pratama Akba dan Yanuar Rezananda ini, diwarnai kejanggalan kejanggalan.
Sebab yang melaporkan Terdakwa adalah PT.KHB sementara yang memberikan uang persentasi kepada Terdakwa adalah PT.BEO Oren Orien (BEO). Hal itu jelas terungkap dalam persidangan, lantas apa kerugian pelapor dalam perkara ini, ucap Penasehat Hukum Mahadita Ginting.
Sidang pemeriksaan saksi menghadirkan 9 saksi diantarnya, Tami Abadi Tios selaku Direktur Sales PT.KHB, saksi Achmad Bahtiar Mantan Head Of R&D PT.KHB.Sementara saksi Bob Elviandy dari PT.BEO selaku penjual mesin.
Dihadapan Majelis hakim saksi Tami menyampaikan, menderita kerugian sebesar 150 juta rupuah, kemudian menyebutkan kerugian 200 juta rupuah. Kerugian tersebut terjadi sebelumnya saat pengadaan mesin AHP. Pengadaan sudah selesai tahun 2022, dan sudah di bayar sebesar 3,668 miliar rupuah berikut ppn 10 persen.Berdasarkan laporan Bahtiar, bahwa nilai kontrak bukan 3,380 miliar rupuah, akan tetapi 3,330 miliar yang tertuang dalam BAP.
Namun pada saat keterangan saksi dalam persidangan, saksi Ahmad Bahtiar sempat mengatakan tidak tahu harga kesepakatannya, dan ada selisih harga 200 juta. Sedangkan pengakuan Terdakwa menerima 150 juta rupiah dari PT.BEO, untuk persentasi.
Lebih lanjut Penasehat hukum menyampaikan, bahwa pengadaan mesin itu atas inisiatif perusahaan, dimana saksi Bachktiar sebagai orang yang berkompeten berhak menerima maupun menolak pembelian mesin. Pengakuan saksi dalam persidangan tidak mengetahui berapa sebenarnya kerugian korban, apakah 200 juta atau 250 juta rupiah.
Berbeda dengan keterangan saksi Bob, pihak penjual mesin menyampaikan, bahwa uang yang ditransfer ke Rian adalah uang operasional, sehingga PT.BEO tidak ada yang di rugikan. Demikian juga keterangan Dwi santoso menyebutkan, ada transferan uang ke Rian, dimaba dalam noted berbunyi komitmen 1 dan 2 sejumlah masing 2, 30 juta.
Penasehat hukum berharap, majelis hakim yang mengadili perkara ini supaya memberikan kebebasan terhadap terdakwa untuk menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi dalam perkara tersebut. Sebab dalam persidangan majelis hakim terkesan tidak memberikan keleluasaan dalam bertanya memeriksa keterangan saksi saksi.
“Pimpinan sidang seolah olah menunjukkan hak otoriternya dalam memimpin persidangan, dengan membatasi kebebasan Penasehat hukum bertanya kepada saksi saksi. Kami berharap perilaku yang demikian untuk persidangan berikutnya tidak perlu ditunjukkan, agar hak setiap terdakwa dan penasehat hukumnya tidak terabaikan, ungkap penasehat hukum G Pardamean.(Nhd/sumber newsinvestigasi-86.com)