Header Ads

Ribuan Ikan Nelayan Mati, Diduga Tercemar Limbah PT. TBB

 


 


 

Sinarkepri.co.id.Bintan- Matinya ribuan ekor ikan Nelayan Kerambah  warga Desa Pengujan dan Selat Bintan,Kecamatan Teluk Bintan,Kabupaten Bintan diduga tercemar oleh limbah pengerukan lahan milik PT.Terminal Budidaya Bintan (PT.TBB).

Kasus matinya ribuan ekor ikan ini milik dari 17 kelompok Nelayan yang berada di desa ini,sudah mulai dari bulan Januari sampai April tahun ini,masih menunggu tindak lanjut dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri

Ditemui Selasa (02/05/2023), kelompok nelayan dibarengi sedikit luapan emosi,  lantaran banyaknya kerugian yang dialami, ada yang mengajak sesama temannya untuk melakukan aksi demo terhadap  pemerintah

Akan tetapi koordinator Nelayan yang dipercayakan kepada Ahok,mendinginkan suasana,kita percayakan dulu sama instansi terkait,harap kita menunggu kepastian dari dinas yang menangani.

“Saya pikir, kalau memang tidak ada respon dari pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri terkait apa yang kita alami, jalan satu-satunya, kita lakukan aksi di depan kantor DKP Provinsi. Soalnya, kita sudah terlalu lama menunggunya. Bahkan sampai hari,belum ada kejelasan

Ahok menjelaskan,  sebelumnya saya tidak tau, kalau ikan saya mati disebabkan limbah yang dibuang oleh perusahaan itu. Saya tau, lantaran dijelaskan oleh teman saya bernama Chandra. Dia (Chandra-red)  pernah bekerja di perusahaan itu. Kemudian dia bilang, ikan saya mati lantaran limbah Anyau yang dibuang PT. Terminal Budidaya Bintan. Limbahnya berwarna kuning, beber Ahok.

Masih menurut Ahok. Setelah dapat penjelasan itu, saya langsung croscek ke lokasi perusahaan itu. Sekaligus menanyakan permasalahan tersebut ke pihak perusahaan. Tapi, perusahaan itu tidak mengakui, kalau limbah Anyau itu berasal dari mereka. Besoknya, saya langsung menyurati dinas-dinas yang terkait dengan usaha tambak. Diantaranya, DKP Kepri, DLHK Kepri serta dinas lainnya.

Beberapa hari kemudian, pihak DKP dan DLHK Kepri mendatangi kami, guna melihat kondisi Kerambah kami. Selanjutnya, mereka mengambil Sampel air untuk dibawa ke Laboratorium. Herannya, sampai sekarang belum juga ada jawaban dari kedua dinas itu, paparnya.

Dihari yang sama, media ini menyambangi lokasi PT. Terminal Budidaya Bintan (PT. TBB) di Desa yang sama. Di lokasi PT. TBB, ditemui seorang lelaki lanjut usia sedang beristirahat di salah satu tempat. Beragam tanya pun mulai disampaikan kepadanya  terkait ribuan ekor ikan yang mati lantaran limbah dari perusahaan itu.

Herannya, lelaki yang biasa disapa Apek ini justru  lebih banyak menyangkal apa yang dipaparkan Ahok. Tak hanya itu. Setiap kali ditanya siapa nama pemilik PT. TBB, Apek malah lebih banyak mengatakan tidak tau.

“Saya tidak tau nama pemilik usaha ini. Pokoknya saya disini hanya seorang pekerja. Terkait limbah yang katanya dari sini, itu tidak benar. Karena, limbah yang kami buang sudah melalui prosedur IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah-red)"  tuturnya.

Bahkan, lanjut Apek. Sudah banyak instansi yang datang ke tempat ini. Baik itu dari Polsek, DKP Provinsi dan DLH Provinsi juga sudah datang ke sini. Terus . . . Dari Kecamatan pun sudah datang juga. Buktinya sampai sekarang tidak ada masalah, “ujar Apek.

Banyaknya kerugian yang dialami para Nelayan Kerambah itu, membuat Marlis Markan,  Sekretaris Lembaga Kelautan dan Perikanan Indonesia (LKPI) Provinsi Kepri tertarik untuk mengomentarinya, “akibat dari  kejadian ini, kami dari LKPI Provinsi Kepri sangat berharap tindaklanjut dari dinas terkait. Karena, LKPI juga punya tanggungjawab moral terhadap kejadian ini. Bila diperlukan, pak Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia datang ke tempat ini,  sebut Marlis geram.

Permasalahan yang sedang menimpa puluhan orang Nelayan Kerambah di Desa Pengujan itu, baiknya cepat ditangani oleh pihak-pihak yang berkompeten. Takutnya, jika terlalu lama dibiarin, para Nelayan justru bertindak lebih buruk.  Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan ,(DKP) Provinsi Kepri  Said Sudrajat belum berhasil dikonfirmasi. (Saut.M)



Diberdayakan oleh Blogger.