Header Ads

BP Batam Perlu Turun Tangan

 

Sekelompok Oknum Hentikan Alat Berat PT Central Group

                  Alat berat pengembang PT Central Group coba dihentikan kelompok oknum

  sinarkepri.co.id.Batam-Setelah memblokir/ memagar jalan ke lokasi proyek pembangunan perumahan Central Hills oleh sekelompok  orang beberapa waktu lalu, Rabu siang (9/2) terjadi lagi penghentian alat berat oleh oknum yang sama.   Pantauan media ini di lokasi Rabu (9/2) oknum yang mengklaim lahan PT MGL sebagai miliknya, ngotot agar pengerjaan pembangunan perumahan dihentikan.  Alasannya, pihaknya melalui pengacara masih berunding di Jakarta dengan PT Menteng Griya Lestari.  Sementara dari pihak perusahaan, dalam hal ini pengembang PT Central Group berusaha meyakinkan, bahwa  perusahaan melakukan pekerjaan atas dasar legalitas  kepemilikan lahan yang sah dari  PT MGL dibuktikan dengan Sertifikat yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional sebagai mitra dari pengembang PT Central Group. 

dialog antara perwakilan peruahaan pengembang  PT Central Group dengan  kelompok oknum

 
 

Sebagaimana diberitakan sejumlah  media  Senin (7/2/2021) ada dugaaan mafia lahan bermain hingga menghambat pembangunan seperti  pemblokiran/memagar jalan ke lokasi proyek pengembang PT Central waktu lalu beberapa mengakibatkan pengerjaannya terkendala.  Hal  ini kembali terjadi  Rabu (9/2/2021) yaitu penghentian pengerjaan pembangunan perumahan dengan jalan menyetop alat-alat berat PT Central Group oleh oknum yang sama.  Ketegangan sempat terjadi antara pihak  pekerja pengembang/security perusahaan dengan oknum yang mengaku sebagai pemilik lahan.  Bahkan hampir terjadi  bentrok fisik.  Untung saja, pihak perusahaan pengembang menahan diri tak terpancing provokasi sehingga tidak terjadi hal-hal yang tak diingini.

Pengamatan media ini  seputar debat  antara pihak yang mewakili perusahaan dengan oknum yang mengaku sebagai pemilik lahan,  sepertinya tidak akan ada titik temu.  Apalagi, pihak oknum yang mengaku sebagai pemilik  lahan, ngotot  agar pengerjaan pembangunan perumahan dihentikan menunggu hasil perundingan yang sedang berlangsung di Jakarta.   Berkali-kali pihak perusahaan meyakinkan, bahwa   PT MGL sebagai pemilik sah lahan dengan kepemilikan  sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional setelah terlebih dahulu melalui  proses  panjang. Mengajukan permohonan ke BP Batam sehingga mengalokasikan lahan kepada PT MGL mulai dari PL pengeluaran faktur pembayaran hingga keluarnya UWTO dan puncaknya BPN mengeluarkan Sertifikat.  Namun oknum yang mengaku sebagai pemilik lahan tetap bersikeras, bahwa  beliau sebagai  pemilik lahan sudah sejak 16 tahun lalu.

Karenanya, pihak perusahaan meminta kepada oknum yang mengaku sebagai pemilik lahan, agar tidak mengahalangi pekerjaan di lokasi proyek, seraya menyarankan, jika memang merasa sebagai pemilik lahan, ajukan keberatan ke BP Batam, juga ke BPN  yang menegluarkan  Sertifikat.  Herannya,  oknum dengankelompoknya yang mengaku sebagai  pemilik lahan,  menyebut  tidak mau  berurusan dengan BP Batam  maupun  BPN.   Seharusnya,  oknum yang mengaku  sebagai  pemilik lahan  mengajukan  tuntutan ke BP Batam maupun BPN   yang mengeluarkan   sertifikat.   Namun,  hal  itu  tidak  pernah  dilakukan oknum yang mengaku  sebagai  pemilik lahan.   Hanya saja, ada  pengakuan  dalam adu argumen  itu,  bahwa   ia  pernah mengajukan permohonan  untuk pembayaran  UWTO lahan  tersebut,  namun  ditolak BP Batam.   Dengan pengakuan sang  oknum,  tentu  BP Batam  mempunyai  dasar kuat menolak permohonan yang  diduga  kuat  tidak  memenuhi  atau  tidak mempunyai dasar kuat   sebagai  pemilik lahan.  Setelah terjadi  adu argument  yang alot, awalnya oknum yang mengaku sebagai pemilik lahan dengan kelompoknya, agar pekerjaan atau seluruh  operasional di lokasi itu dihentikan dengan alasan,  ada beberapa  area  yang  belum sah dimilki PT MGL seraya menunjuk  arah bukit.  Pihak perusahaan kemudian menjelaskan,  bahwa hanya bukit itu  saja yang belum sah sebab masih proses untuk mendapatkan legalitas Sertifikat.  Akhirnya  disepakati, area lain bisa  dikerjakan kecuali  area bukit.

Dari peristiwa pemagaran dan percobaan penghentian pengerjaan pembangunan perumahan oleh pengembang PT Central group oleh oknum yang mengaku pemilik lahan,  tentunya sangat merugikan pihak pengembang.  Baik   dari  segi waktu lama  pengerjaan maupun biaya  yang harus dikeluarkan untuk mengurus hal-hal yang sebenarnya  tidak perlu.  Otomatis menghambat roda pembangunan di Batam yangdigembor-gemborkan  sebagai lokomotif memajukan perekonomian  nasional.   Tetapi sebaliknya,  dari kasus perkasus  yang sering   dihadapi  pengembang di pulau Batam bisa membuat investor ataupun  calon pengembang berpikir  seribu kali  untuk investasi di Batam.

Berbagai kalangan berharap,  sudah saatnya  BP Batam turun tangan untuk menangani langsung jika ada permasalahan  yang dialami pengembang eperti PT  Central Group dan pemilik Lahan PT MGL.  Bukankah BP Batam sebagai pengelola yang mengalokasikan lahan kepada Investor   punya tanggungjawab untuk kenyamanan  investor?    Kemudian, oknum yang mengaku sebagai pemilik lahan  maupun pengacaranya,  seharusnya mengajukan keberatan dan tuntutan kepada  BP Batam sebagai pemberi lahan kepada PT Menteng Griya Lestari  (MGL) dan BPN yang mengeluarkan Sertifikat. 

 

Pemblokiran jalan dengan membuat pagar patok oleh  kelompok oknum ke  proyek PT Central Group beberapa waktu lalu


Jika seperti kejadian yang  dialami PT Central Group dan pemilik lahan PT MGL terus  terulang,  sepertinya  BP Batam  lepas tangan, membiarkan oknum yang mengaku  pemilik lahan  dengan pengembang konflik dan benturan.   Apalagi  konon kabarnya, pengembang PT Central Group sudah menginformasikan apa yang dialami atau yang dilakukan oleh sekelompok oknum di lokasi proyek kepada BP Batam, tetapi BP Batam tidak pernah turun ke lokasi.

Patut juga dipertanyakan  tentang tuntutan jumlah  ganti rugi yang diajukan oknum yang mengaku pemilik lahan sebesar Rp250.000/meter  sangat tidak logika. Apa memang Perka (Peraturan Kepala) BP Batam mencantumkan tarif  Rp250.000/meter untuk ganti rugi atau uang sagu hati yang harus dibayarkan pengembang kepada yang menempati lahan yang akan dbangun?   Padahal pengembang PT Central Group sudah beritikad baik, bersedia meberikan uang sagu hati Rp300juta kepada sekelompok yang mengaku pemilik lahan. sampai kapan keadaan seperti  yang dialami pengembang PT Central Group berlangsung, jika kelompok oknum yang mengaku pemilik lahan terus mengganggu operasioanl  pengembang. Hingga saat ini, pihak pengembang masih berupaya menempuh jalan kekeluargaan dengan kelompok oknum yang mengaku pemlik lahan, belum memikirkan  jalur hukum. Hal ini sepatutnya dihargai semua pihak, sehingga BP Batam saatnya turun tangan, bukan malah membiarkan pengembang diganggu terus dalam operasional pembangunan perumahan Central Hills. Kejadian-kejadian seperti yang dialami pengembang PT Central Group di masa lalu memang kerap terjadi sebelum kepemimpinan HM Rudi.  Namun banyak kalangan berharap dibawah kepemimpinan HM Rudi yang juga sebagai Walikota Batam, kejadian seperti ini, optimis akan bisa diselesaikan.(red)

 

 

Diberdayakan oleh Blogger.