Header Ads

Mengatasi Maraknya Mafia Tanah

 

   Simon (kiri) dan Ismail Muslimin menyampaikan permasalahan lahan di Batam yang dicatat Janes     Yosua Frans


FKMTI  Perjuangkan Terbentuknya Pengadilan Adhoc Agraria Memberantas Mafia Tanah

Sinarkepri.co.id.Batam-Sudah puluhan tahun ditengarai maraknya permainan mafia tanah hampir di seluruh Indonesia. Namun untuk menghentikannya sepertinya belum bisa dilakukan.  Di Pemerintahan Jokowi sekarang,  saatnya untuk segera membrantasnya bahkan menangkap para mafia tanah, siapapun dia .  Hal ini diutarakan Dewan Penasehat Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) bagian barat dan Sulawesi Janes Josua Frans dalam konferensi pers di hotel 89 BatamRabu (7/4) 2021. Janes sebagaisalah seorang relawan Jokowi menjelaskan, di era pemerintahan Jokowi sekarang, sudah saatnya untukmembrantas bahkan menangkap para mafia tanah, siapa pun dia.

Ir Juanda dari PT Putera Harapan Utama mempertanyakan permohonan lahan yang sudah bayar UWTO

Pada konferensipers FKMTI tersebut, sejumlah perwakilan dari beberapa kawasan Batam menyampaikan beberapa permasalahan tanah di Batam. Simon, misalnya salah seorang aktifis menyampaikan sekaligus mempertanyakan tentang sertifikat prona. Sertifikat prona yang dimilikinya merupakan sertifikat dari KSB (Kapling siap bangun) berukuran 8 x 10 meter (80 meter persegi). Pemberian sertifikat yang merupakan program nasional dari pemerintahan Presiden JokoWidodo.  Yang menjadi pertanyaan kata Simon, kenapa KSB yang bisa disebut kapling warga miskin itu terutang  UWTO,  sementara Menteri Agraria danTata Ruang Sofyan Djalil sudah menegaskan, jelaskan, bahwa lahan 200 meter persegi kebawah, dibebaskan dari pembayaran UWTO. Melalui konferensi pers itu,  Simon meminta kepada FKMTI untuk memperjuangkan keluhan warga yang memiliki Sertifikat prona yang disebut terutang UWTO itu ke pemerintah pusat.

Kemudian Ismail Muslimin yang dikenal pejuang kampungtua, penanya kedua menyampaikan, sampai sekarang permasalahan kampung tua, belum juga selesai sejak dari Walikota DrsNyat Kadir. Ismail menyebut, ada 37 titik kampung tua di Batam. Artinya, kata Ismail,  masih banyak warga penghuni kampung tua 37 titik itu belum mempunyai sertifikat.  Padahal kata Ismail, sebelum Rudi menjadi  Walikota, pernah berjanji dalam kampanyenya, bahwa jika nantinya terpilih menjadi Walikota permasa lahan kampung tua akan selesai.  Nyatanya sampai saat ini belum kenyataan, jelas Ismail.   Ismail juga berharap, senada dengan harapan  Simon  agar FKMTI  membantu menyelesaikan permasalahan kampungtua ini.

Menanggapi kedua permasalahan yang disampaikan Simon dan Ismail Muslimin, Janes Yosua Frans dengan tegas menyatakan, bahwa Indonesia sudah darurat Agraria dengan banyaknya permasalahan tanah di Indonesia.  Hal itu diketahui,   saat Ia berkeliling ke beberapa daerah.  Maka pihaknya akan mengusulkan pembentukan Pengadilan Adhoc atau Pengadilan Khusus Agraria untuk memperjuangan masyarakat yang lahan miliknya dirampas dan menangkap para mafia tanah.   Janes juga membenarkan, bahwa Menteri Agraria dan Tata Ruang  Sofyan Djalil telah menegaskan, lahan dibawah 200 meter persegi ke bawah dibebaskan dari pembayaran UWTO.  Maka kata Janes,  apa yang disampaikan Simon dan Ismail akan dibawanya ke pemerintah pusat, bahkan akan menyampaikannya langsung ke Presiden JokoWidodo.   Janes juga menjelaskan,  Ia pernah bertemu dengan Kepala Badan Pertanahan (BPN) Batam tentang sertfikasi lahan.   Kepala BPN Batam waktu itu menyebut kata Janes ,jika   BP Batam memberikan rekomendasi,  BPN Batam siap melaksanakan pemberian sertifikat.  

Penanya selanjuthya Jai dari pulau terong  yang juga disebutnya bahwa daerahnya juga merupakan kampung tua menyampaikan,  BPN Batam pernah mengadakan pengukuran lahan pemukiman warga untuk proses pemberian sertifikat.  Namun kemudian terhenti disebabkan ada seseorang mengaku memiliki  Grant sebagai pemilik.   Jai juga menjelaskan, bahwa di sebuah pulau lainnya kawasan pulau Terong bernama pulau Gelanting sudah dihuni 500 rumah, masyarakat sudah tak membayar pajak (PBB-red) lagi, karena seseorang yang tak diketahui warga,  sudah membayar pajak.   Pembayar pajak yang tak diketahui warga orangnya itu, tentu patut dipertanyakan, kata Jai.  Warga keempat dari Patam Indah kemudian menyampaikan, permasalahan di daerahnya, bahwa penghuni 267 rumah disana, belum mempunyai legalitas lahan atau surat-surat kepemilikan lahan sampai saat ini.  Padahal warga sudah menghuninya sejak tahun 2007. Bahkan warga sudah pernah membayar faktur UWTO 10 persen tahun 2013. Namun sampai sekarang warga belum memperoleh sertifikat ataupun semacam surat legaliitas lahan. Ini mungkin ada kaitannya dengan kehadiran dua perusahaan yaitu  PT Anis Family dan PT  Karindo Abadi, kata warga yang bermukim di Patam Indah Kelurahan Patam Lestari Kecamatan Sekupang.

Keluhan-keluhan keempat warga diatas,  semuanya dicatat dengan cermat oleh Janes maupun jajaran perwakilan FKMTI  Kepri seperti Jhoni Pakun.   Janes menyebut, semua permasalahan diatas, akan disampaikan langsung ke Presiden Joko Widodo dan Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil. 

Keluhan lainnya, datang dari pengusaha, dimana permohonan lahan seluas 2 hektar sampai saat ini masih menggantung.  IrJuanda yang merupakan DirekturOperasi PT Putra Harapan Utama mengajukan permohonan lahan 2 hektar di kawasan Batu Ampar.  Sejumlah persyaratan sudah dipenuhi, kata Juanda.  Diantaranya, telah membayar  UWTO sebanyak dua kali dengan total kurang lebihRp 5,5 miliar tahun 2019.   Perusahaan yang menggandeng investor dariSingapura dan Vietnam itu, nantinya akan banyak menyerap tenaga kerja.  Namun sampai saat ini, belum ada kejelasan dari BP Batam, kata Juanda. Beberapa kali menyurati BP Batam, namun belum digubris,  jelas Juanda seraya berharap   FKMTI  akan bisa membantunya nanti.   Sebab, akibat dari ketidak jelasan permohonan lahan itu,  investor dari dua Negara itu seakan tak percaya lagi kepada pemerintah Indonesia.   “Jika saya dimaki-maki mereka, tak masalah.  Tetapi mempertaruhkan nama baik Negara sampai kepala Negar,  jika kedua investor Singapura dan Vietnam itu tak lagi mempercayai Negara kita, tentu sangat merugikan dan mencoreng Indonesia”,  tandas Juanda.

Janes mendengar keluhan Juanda itu,  sangatprihatin.   Ditegaskan, disaat pemerintah membutuhkan banyak investor masuk ke Indonesia  untuk memulihkan ekonomi terutama akibat pandemi  Covid-19,  malah ada  yang menghambat investor masuk.   Semuanya itu keluhan warga maupun pengusaha akan disampaikan ke pemerintah pusat, kata  Janes termasuk menyampaikan langsung ke Presiden Joko Widodo.  Janes menambahkan, untuk permasalahan lahan atau tanah di  Batam dan umumnya Kepri,   dapat disampaikan lebih detail ke perwakilan   FKMTI  Kepri.   Nantinya akan diinventarisir untuk dicarikan penyelesaiannya.   Sementara itu,   Jhony Pakun didampingi jajaran pengurus  FKMTI  Kepri dengan tegas mengatakan,  FKMTI Kepri siap berjuang untuk membrantas mafia tanah siapan pun dia.  Sebab pihaknyasiap berdebat dan berjuang dengan membuka data.  “Ya,  senjata kita adalah data dan siap buka-bukaan melalui data”, jelas Jhony Pakun yang  juga sebagai Ketua  AJOI Kepri.  (eston/arifin)





Diberdayakan oleh Blogger.