Header Ads

Catatan dari Meliput Upacara HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke 79 di KBRI Singapura

wartawan media ini bersama Duta Besar RI untuk Singapura H E Suryo Pratomo didampingi Isteri Duta Besar 

Masyarakat Indonesia di Singapura Masih Tinggi Rasa Nasionalismenya

Singapura-Sejak covid-19 sedang seru-serunya melanda seluruh dunia, termasuk negara kita dan negara tetangga terdekat Singapura,  ada keinginan untuk melihat sekaligus meliput bagaimana masyarakat Idonesia menghadapinya disana. Sebab media ini secara berkala kerap meliput di KBRI Singapura sejak tahun 90 an dan baru berhenti awal tahun 2020 disebabkan covid-19.  Tetapi juga ongkos Fery yang naik hampir dua kali lipat ke negara jiran tersebut, hingga jarang kesana. 

Duta Besar mengucapkan selamat bertugas kepada Paskibra usai dikukuhkan

Namun keinginan untuk melihat dan mengetahui keadaan warga Indonesia di negara tetangga tersebut masih ada sekadar mengetahui bagaimana saat ini Singapura setelah empat tahun pasca covid-19.

Saat ada moment tepat didapat, kebetulan hari besar nasional yaitu Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke 79  tahun 2024 ini, media ini mencoba menghubungi bagian penerangan KBRI Singapura.  Sebagaimana pengalaman media ini beberapa tahun silam sebelum covid-19 selalu kordinasi dengan bagian penerangan KBRI jika hendak ke KBRI Singapura. 

Ternyata respon bagian penerangan yaitu Kepala Bidang Penerangan & Sosial Budaya bapak Jaovano Dos Santos Riberu maupun Sekretaris pertama Ibu Rizki Kusumastuti sangat positif.  Hal ini saya ketahui ketika berada di Kapal Fery Batam Fast ada telepon masuk dari kode negara plus 65.  Namun tidak sempat saya angkat telepon disebabkan suara bising kapal yang sedang lepas tali meninggalkan Pelabuhan Batam Centre, sayangnya  dering telepon sudah terhenti saat akan diangkat.

Pukul 11.50 WIB atau pukul 12.50 sampai di Harbourfront Singapura.  Langsung mau ke konter Imigrasi untuk scan paspor.   Namun petugas Imigration Singapura menghentikan langkah kami dan menanyakan dengan bahasa Inggeris bercampur logat melayu, kira-kira maksudnya apakah sudah terdaftar di ICA (Imigration Chekpoint Authority) , saat dijawab belum, maka diarahkan untuk mengisi terlebih dahulu  data-data pribadi melalui   hp bentuk tablet yang tersedia di beberapa meja kecil.

wartawan media ini berbincang di ruang kerja Kepala Bidang Penerangan & Sosial Budaya KBRI Jaovano Fos Santos Ribeiru 

Agak kesulitan memang saat menulis email.  Sebab keybord tabletnya tak bisa dibuat huruf kecil,  tapi huruf besar semua.  Beberapa kali diulang, tetap juga huruf besar yang muncul. Seperti misalnya mau menulis email  dengan huruf kecil, yang muncul adalah semua huruf besar. Sementara diketahui, untuk email itu biasanya huruf kecil semua.  Anehnya wanita petugas Imigrasi Singapura itu seakan membiarkannya dan melihatnya awak media ini mengotak-atik keybord tablet yang tak bisa-bisa buat huruf kecil.

Untungnya lelaki anak muda disamping yang merupakan warga Indonesia juga mengetik emailnya berujar, “tak usah pak diulang-ulang. Nanti di komputer mereka, akan berubah otomatis huruf kecil” sebutnya.  Benar memang, alamat yang ditulis tetap tak mau berobah menjadi huruf kecil. Lucunya, petugas Imigrasi tidak juga menegor walau dilihatnya email memakai huruf besar semua.

Setelah selesai menulis email, nomor hp dan tujuan ke Singapura diarahkan ke bagian konter scan paspor.  Selanjutnya setelah halaman bagian depan Paspor yang memuat foto dan nama di-scan,  memang benar terlihat di sistem sudah benar,  terus ada masuk ke email di HP dari ICA yang memberitahukan  anda masuk tanggal 16 Agustus dan diberi visa sampai 15 September dengan status sebagai turis atau transit.

Plong sudah urusan di konter Imigrasi Singapura. Tujuan ke KBRI Singapura dengan mencoba naik SBS (Singapura Bus Service) dari seberang jalanan Harbourt front. Sebagian menyebut, koin dolar Singapura tak berlaku lagi, jadi  mesti pakai kartu transport.  Tetapi koin dolar Singapura yang sudah terlanjur ditukar di Money Changer Batam, tetap kami coba melalui loket SBS.  Nyatanya masih bisa tetapi tidak disebut berapa tarifnya.  Bus dengan merk SBS nomor 65 kami masuki dan bertanya ke sopir (driver) berapa ongkos ke Orchad road.

Sang Driver tak menjawab selain melihat berapa koin dolar yang kami pegang.  Setelah driver melihat ada dua dolar koin 50 cent, ia mempersilahkan untuk memasukkan ke kotak yang tersedia disamping kiri kemudi yang biasanya akan otomatis keluar tiket kecil.  Namun tiket tidak keluar sehingga kami cemas jangan jangan nanti disuruh keluar bus, pada hal sudah masuk empat setengah dolar koin bersama teman.  Namun sang driver menangkap kecemasan kami seraya mengatakan, No problem, please sitdown.

Kami pun akhirnya duduk di bangku bus yang full ac. Sampai di persimpangan Rivervalley road dengan Nathan road turun untuk selanjutnya jalan kaki melewati Regency Park sekira enam ratus meter menuju KBRI Singapura di 7 Chatsworth road. Tiba disana, kantor tutup karena sholat Jumat.  Ada beberapa warga Indonesia maupun warga asing yang menunggu untuk urusan paspor para pekerja maupun buku pelaut maupun untuk urusan visa.  “Katanya jam tiga buka pak”, ujar seorang pria yang sudah menunggu untuk urusan paspor.  Berarti satu setengah  jam lagi harus menunggu.

Setelah menunggu satu setengah jam, pintu pun dibuka security masuk ke KBRI.  Awak media ini pun mengeluarkan KTP sebagai persyaratan untuk dapat badge masuk ke KBRI. Namun security menyebut, hanya yang urus paspor bisa masuk hari ini, selain bukan urusan paspor, tak diijinkan masuk.  Setelah diyakinkan sudah ada appoiment (janji) dengan penerangan, security mengontek Kabid Penerangan.  Jawaban yang diterima security dari Kabid penerangan, diperbolehkan masuk.  Security kemudian mengantar ke loby kBRI.

Tiba di receptionist KBRI, dengan langkah pasti Kepala Bidang Penerangan dan Sosial Budata KBRI Singapura Jaovano Dos Santos menyambut kami dengan bersalaman saling menyebut nama. Kemudian diajak ke arah selatan yang merupakan ruang penerangam dan sosial budaya.  Di ruangan tersebut berbincang tentang berbagai hal termasuk prosedur meliput di suatu negara.  Jaovano sangat familiar dan bersahabat menjelaskan dengan telaten demi kebaikan para insan media yang akan meliput di luar negeri, seraya kemudian memanggil Sekretaris pertama Ibu Rizki Kusumastuti untuk memberikan penjelasan.

Baik Jaovano maupun Ibu Rizki menjelaskan, bahwa prosedur untuk meliput ke luar negeri sebaiknya mempergunakan visa jurnalis agar keamanan dan kenyamanan bertugas terjamin.  Visa jurnalis bisa diperoleh melalui instansi yang menangani tugas-tugas jurnalistik di pemerintahan negara dimana dituju melalui permohonan ke perwakilan (Kedutaan Besar) mereka yang ada di Indonesia ataupun Konsulat. Sama halnya dengan jurnalis negara lain yang akan meliput ke Indonesia untuk mendapatkan visa jurnalis melalui KBRI Singapura harus mengajukan permohonan mendapatkan visa jurnalis.

Saat awak media ini akan pulang dari KBRI untuk mencari penginapan, tak lupa mereka mengingatkan, bahwa nanti sore sekira pukul 4 aore Duta Besar akan mengukuhkan Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) KBRI yang akan bertugas mengibarkan Bendera Merah Putih pada Upacara Sabtu 17 Agustus di halaman Kantor KBRI.  Waktu yang sudah menjelang sore, akhirnya tak jadi mencari penginapan, namun menunggu acara pengukuhan.

Tepat pukul 16.00 waktu setempat, pengukuhan Paskibra dilakukan oleh Duta Besar Suryo Pratomo disaksikan  sejumlah warga Indonesia terutama para orangtua anggota Paskibra,  Wajah-wajah ceria terpancar dari para anggota Paskibra yang akan melaksanakan tugas esok harinya.  Kami pun pamit untuk mencari penginapan sekitar Rifervalley road berdekatan dengan Orchad road,  sebab besok pagi Upacara akan dimulai pukul 07.30 waktu setempat.  Keesokan harinya, Upacara Proklamasi Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke 79 dimulai tepat pukul 07.30.

Yang patut dicatat dari Upacara HUT Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke 79 di Kedutaan Besar Republik Indonesia Singapura, rasa nasionalisme yang masih tetap tinggi masyarakat Indonesia meski sudah berada dan bekerja atau tugas belajar di negara tergolong maju ini.  Saat Sang Saka Merah Putih dikibarkan Paskibra, seluruh masyarakat yang ikut upacara menghormat hingga selesai iringan lagu Indonesia Raya.  Demikian juga saat menonton siaran langsung dari IKN Kalimantan Timur di ruang Nusantara KBRI detik-detik Proklamasi dengan Inspektur Upacara Presiden Joko Widodo, saat Bendera Merah Putih dikibarkan, masyarakat yang duduk, spontan berdiri tertuju layar monitor yang menyiarkan langsung untuk menghormat bendera. 

 Rasa nasionalisme ini menarik disinggung, sebab ada kalanya di beberapa daerah Indonesia yang pernah diliput awak media ini, rasa nasionalisme itu sudah mulai luntur.  Misalnya saat pengibaran Bendera Merah Putih, banyak atau malas menghormat, selain hanya barisan depan yang terdiri dari TNI/Polri yang terlihat menghormat Bendera.  Semoga saja rasa nasionalisme itu tidak pernah luntur dari seluruh rakyat Indonesia, seperti yang diperlihatkan masyarakat Indonesia di Singapura

Kemudian catatan media ini, banyak sudah perobahan selama empat setengah tahun tak menginjakkan kaki ke Singapura.  Bangunan yang sudah banyak berobah termasuk sistem transportasi.  Empat setengan tahun lalu masih bisa stop taksi di halte.  Namun saat ini hampir semuanya sudah pakai aplikasi melalui HP.  Demikian juga angkutan Bus dengan SBS nya (Singapore Bus Servise) semuanya pakai kartu atau non tunai hanya satu dua bus yang masih mau toleransi dengan pakai koin dolar, dengan resiko tidak keluar tiket.  Secara keseluruhan, Singapura semakin maju dan tiada hari tanpa pembangunan. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya tumpukan material bangunan di hampir semua kawasan Singapura termasuk di pusat perbelanaan Orchad road yang menandakan pembangunan atau renovasi jalan dan bangunan gedung terus berjalan. (arifin)  . 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Diberdayakan oleh Blogger.